BAHASA “TOXIC”
Bahasa adalah sarana berinteraksi, berkespresi, berkomunikasi dengan sesama manusia. Sudah diperkenalkan sejak dini, agar bisa mengetahui pikiran dan keinginan anak. Dilingkungan masyarakat bahasa sangat beragam fungsi dan cara menggunakannya. Dapat dikatakan bahasa menjadi bertingkat tergantung dengan siapa berbicara. Tingkatan ini muncul sesuai dengan usia orang yang berbicara. Tidak ada aturan yang mengatur masalah ini. Namun ini sudah menjadi kelaziman yang dilakukan berkat didikan sejak dini dalam keluarga. Berbicara lemah lembut dengan yang lebih muda, berbicara bebas dengan seusianya dan berbicara sopan dengan orang yang lebih tua. Inilah didikan sejak dini dalam keluarga kita.
Bahkan dalam bahasa daerah jawa dan Madura (penulis hidup dalam lingkungan jawa dan Madura) sangat beragam tingkatan bahasa yang dgunakan bergantung pada usia yang diajak berbicara. Sedikit banyak membentuk karakter unik yang berkaitan dengan bahasa dan sopan santun dalam kehidupan sehari-hari. Karena berbicara secara lisan akan diikuti dengan bahasa tubuh yang unik sesuai dengan bahasa yang diucapkan.
Namun, dengan berkembangnya IPTEK yang berdampak pada segala bidang juga berdampak pada bahasa komunikasi sehari-hari anak-anak kita. Bahasa-bahasa yang dianggap “kasar” bagi kita generasi sebelum 2000-an sekarang menjadi bahasa yang banyak diucapkan oleh anak-anak. Seperting anj*ng, bangs*t, kepar*t, janc*k dan lain-lain. Kata-kata umpatan yang seharusnya tidak boleh diucapkan anak sekarang manjadi hal yang sering kita jumpai.
Kata-kata umpatan pada lingkungan tertentu memang lazim digunakan sebagai bentuk keakraban yang memang sudah maklum untuk dikatakan. Kata-kata “kasar/umpatan” tadi yang sering digunakan dalam percakapan dengan teman sebaya itulah yang dapat dikategorikan sebagai bahasa “toxic”. Untuk usia remaja sampai dewasa menggunakan kata-kata tersebut pada lingkungan tertentu saja. Dan tidak diucapkan dilingkungan rumah karena akan mempengaruhi adik/anak dilingkungandan tentunya akan ditegur oleh orang tuanya. Sehingga mereka akan membatasi dalam menggunakannya. Namun sekarang anak-anak usia SD-SMP sudah sering kita dengar menggunakannya. Mereka sering mendengar dari kanal youtube dan ketika mereka sedang barmain game online yang mendukung interaksi dengan sesama pemain. Ketika kalah bermain game, gagal mendapatkan hadiah, marah pada rekan setimnya secara tidak sadar akan mengumpat dengan kata-kata “kasar”
Kita harus semakin peka terhadap aktivitas yang anak lakukan sehari-hari. Sedapatnya memantau apa yang mereka lihat pada gawainya, mendampingi ketika mereka bermain game online, membatasi penggunaan gawai, memberikan wawasan tentang penggunaan bahasa percakapan yang baik dan santun, serta banyak hal lainnya yang dapat sedikit demi sedikit merangsang anak untuk bertanggung jawab dalam berbicara, sehingga anak tidak terjebak untuk mengumpat menggunakan bahasa “toxic”.
Mantab....👍👍👍
BalasHapus